25 September 2013

Kisah si Angin

"Menjadi lilin berarti memberikan cahaya bagi orang lain dan membiarkan diri kita sendiri terbakar"...kalimat ini kurasa tepat kukutip untuk menggambarkan kondisi diri pribadi-pribadi yang ingin memberikan manfaat bagi orang lain, namun terkadang tanpa disadari menyebabkan pribadi tersebut terbakar dengan permasalahan yang melanda dirinya.
Sebut saja namanya Angin, perempuan berusia nyari 35 tahun ini belum beruntung bertemu dengan belahan jiwanya. Meski dia tidaklah cantik, namun  segudang masalah menumpuk pada dirinya untuk diatasi. Teringat pada saat dia bercerita memiliki janji pada seorang yang dia segani untuk tidak mengeluh apapun yang terjadi dengan dirinya saat ini, telah membuat dirinya berusaha lebih keras lagi untuk menjadi lebih baik lebih baik lagi. Meski Angin menyadari bahwa dirinya tetaplah manusia, masih banyak keluh kesah yang menumpuk yang keluar dari bibirnya.
Tapi pembelajaran dari lingkungan Angin menjadikan dirinya malu untuk mengeluh. Ada anak-anak kecil yang dengan cara mereka masing-masing mencurahkan permasalahan mereka, berusaha dengan keras mendapatkan perhatian dari figur orang yang mereka segani dan mereka anggap memiliki peran seperti orang tua mereka. Ada rekan kerja yang sangat peduli hingga sangat asyik dengan dunia kerja. Ada pula teman-teman baik dirinya yang selalu tersenyum tertawa menghibur orang lain meskipun segudang permasalahan menanti, banyak tanggung jawab yang harus dijalankan satu per satu ada di depan mata, jarang tersebut dari mereka pemikiran negatif tentang orang lain hanya karena beralaskan alasan subyektifitas, karena lingkungan ini pula Angin merasa dapat melatih diri untuk bersikap obyektif. Meskipun belum terlalu sukses, karena subyektifitas sangat susah dihilangkan.
Banyak orang dilingkungan selalu beranggapan orang lain hidup dengan mudah tanpa adanya banyak permasalahan, padahal jika dilihat lebih dalam, pada diri sendiri saja, Angin merasa kalau kita semua sering menutup diri, memilah milah hal yang bisa diketahui orang lain dan yang tidak boleh diketahui orang lain.
Belajar dari pengalaman waktu kecil, kadang kita meminta sesuatu pada orang tua tanpa berpikir bagaimana orang tua kita mengusahakannya; padahal begitu kita dewasa, ada anak kecil melakukan hal yang sama kita lakukan waktu kecil, kadangkala kita marah besar, hanya karena anak tersebut hanyalah kerabat kita. Hanya bisa tersenyum miris, manakala ada yang memarahi si Angin dan mengatakan betapa bodohnya si Angin mau menuruti permintaan-permintaan tersebut.Belajar tidak peduli dengan ucapan 'telat kawin, perawan tua'...meski kasihan pada orangtua yang akhirnya menjadi tameng terakhir buat anaknya. Hanya karena mereka tau setumpuk masalah yang harus diatasi. Angin...kisahmu inspiratif buat kami, hanya karena tanggungjawabmu, kamu rela membakar dirimu sendiri.