31 Desember 2009

Catatan dari Wuring


Salah satu rumah di Wuring Laut, yang tersisa setelah bencana gempa dan tsunami pada tahun 1992 yang melanda provinsi Nusa Tenggara Timur.
Rumah ini masih berdiri kokoh hingga saat ini. Pemilik rumah ini merupakan keturunan suku Bajo, suku laut dari kepulauan Sulawesi. 
Banyak dari korban bencana alam pada saat itu akhirnya kembali lagi ke wilayah ini. Hal tersebut dikarenakan faktor keterikatan dengan laut yang terlalu besar. Lokasi Pemukiman bagi para pengungsi yang dipersiapkan oleh pemerintah dianggap terlalu jauh dari laut, sehingga mereka memutuskan untuk kembali tinggal pada lokasi bekas bencana.


16 Okt'09 sampai 15 Nov'09, berada di lokasi ini, pada saat ini akhirnya lokasi ini terkenal sebagai Wuring Lama, termasuk dalam wilayah administrasi kelurahan Wolomarang, kecamatan Alok Barat, kabupaten Sikka, NTT.
Mayoritas penduduk yang tinggal di lokasi ini adalah merupakan keturunan Bajo. Meski terdapat juga yang berasal dari suku-suku yang lain seperti Bugis, Buton, Ende, Jawa, dll.
Kehidupan masyarakat di sini hampir 24 jam tidak ada waktu tenang 'istirahat' seperti di lokasi tempat tinggal penulis di Jatiwaringin. Mereka melaut ada yang berangkat pagi-pagi sekali dan juga malam hari. Mereka yang menjadi nelayan tidak hanya kaum lelaki, tetapi juga kaum perempuan, mulai dari Bapak-bapak, Ibu-ibu, sampai anak-anak. Tidak ada kata istirahat untuk melaut. Selain melaut, mereka berjualan ikan, mengolah ikan asin, menjadi pedagang kue dan es keliling, ataupun menjadi pedagang bakso ikan.
Sekolah itu sesuatu yang diperlukan hanya untuk sampai bisa membaca, menulis, dan berhitung; karena bagi masyarakat disini lebih menarik untuk mencari ikan, baik dengan melaut berkelompok ataupun memancing sendiri. Seandainya di wilayah ini terdapat program 'kelompok belajar (kejar) paket' yang hanya berbentuk seperti kursus baca, tulis, dan berhitung secara informal, pasti mereka lebih memilih mengikuti program tersebut. Meski akhirnya ada juga beberapa yang sudah mulai menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi.
Sarana dan prasarana hiburan di wilayah ini sangat kurang, karena itu biasanya mereka menjadikan ajang melaut juga sebagai hiburan sambil bekerja.